Sampai saat ini penyakit lupus mungkin masih terdengar aneh bagi sebagian masyarakat Indonesia. Tidak sedikit yang bertanya-tanya tentang penyakit ini, berbahaya ataukah tidak. Jawabannya sudah pasti, penyakit lupus berbahaya, belum ada obatnya, dan bisa mengakibatkan kematian
Wow! Lantas, kenapa sosialisasinya tidak sehebat AIDS? Kenapa masih banyak orang yang belum benar-benar mengenal penyakit ini? Oke, jangan panik dulu karena meski penyakit ini belum ada obatnya dan bisa mengakibatkan kematian, penderitanya bisa bertahan hidup selama bertahun-tahun dan beraktivitas seperti biasa.
Bahkan, banyak yang bisa melakukan aktivitas layaknya orang normal yang sehat. Dan jangan khawatir juga karena penyakit ini tidak menular, meski kita setiap hari berhubungan dengan penderita lupus atau odapus (orang dengan lupus). Hanya saja, penyakit ini harus tetap mendapat perhatian si penderita dengan terus mengonsumsi obat yang diberikan dokter. Kenapa mesti begitu? Karena penyakit ini harus tetap dalam keadaan nonaktif, sehingga penderita bisa melakukan aktivitasnya dengan normal. Tetapi begitu lupus aktif, virusnya akan terus merongrong tubuh hingga tubuh tidak tahan lagi. Jadi, penderitanya harus benar-benar menjaga kondisi tubuhnya agar tetap sehat dan tidak membuat bibit lupus aktif.
Penderita lupus harus bisa mengolah stres dan menjalankan pola hidup sehat. Karena bila tidak, akan timbul berbagai macam penyakit, mulai dari ruam kulit, katarak, hingga bocor ginjal. Lupus ini kebalikan dari AIDS yang kehilangan kekebalan tubuhnya. Lupus justru kekebalan tubuhnya berlebih sehingga menyerang organnya.
Sampai saat ini, setiap tahunnya, ada 50 penderita baru lupus. Tetapi masih banyak juga yang belum terdata. Ada yang baru diketahui setelah penderita meninggal dunia.
Gejala
Lupus kerap kali sulit untuk dikenali karena gejala-gejalanya tidak jauh berbeda dengan penyakit lainnya. Misalnya demam yang turun naik seperti penyakit tifus atau bintik-bintik merah seperti demam berdarah. Hal ini seringkali membuat orang tidak waspada terhadap gejala lupus yang bisa menyerang kapan saja.
Untuk mengantisipasi terjadinya serangan lupus dan lebih cepat mengidentifikasinya, ada beberapa gejala yang harus diperhatikan dari 11 gejala umum yang terjadi pada penderita Lupus. "Memang gejalanya tidak muncul secara bersamaan, tetapi bila sudah terlihat minimum empat gejala yang muncul maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui lebih lanjut. Hanya melalui tes darah bisa diketahui apakah seseorang itu menderita lupus atau tidak," ujar Witya Handayani, volunteer (sukarelawan) Yayasan Lupus Indonesia (YLI) kepada Warta Kota pekan lalu.
Dikatakan, ada dua hal yang paling khas terlihat pada penderita lupus. Pertama, munculnya ruam pada kulit ketika terkena sinar matahari. Kulit penderita lupus biasanya lebih sensitif terkena sinar matahari. Kulit mereka akan mudah muncul warna merah seperti terbakar. Kemudian, gejala kedua adalah terjadinya bocor ginjal. Gejala bocor ginjal biasanya banyak dihadapi oleh golongan menengah atas. Sedangkan golongan menengah ke bawah, bocor ginjal biasanya terjadi setelah timbul ruam-ruam di kulit akibat serangan awal lupus.
Gejala lainnya akan muncul setelah penyakit ini mulai menyebar ke seluruh organ tubuh penderita. Bila tidak ditangani dengan baik, maka seluruh organ tubuh penderita akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan kematian.
Dukungan moril
Kekuatan utama bagi penderita lupus adalah tingginya dukungan moril dari keluarga dan lingkungan terdekat. Kerap kali, ketidaktahuan dan ketidaksabaran keluarga justru mendorong penderita ke arah yang lebih parah. Namun, kesabaran keluarga dan dukungan moril yang tinggi bisa membuat napas hidup penderita lebih panjang.
Hal inilah yang selalu menjadi perhatian utama YLI dalam membantu penderita. Volunteer yang disediakan YLI tidak hanya membantu penderita tetapi juga keluarga seperti orangtua, adik, kakak, pacar, bahkan saudara sepupu dan kakek-nenek. Orang-orang yang berada dekat dengan lingkungan penderita harus mengetahui lebih banyak informasi mengenai penderita.
"Penderita lupus biasanya akan memiliki perasaan yang lebih sensitif. Oleh sebab itulah kami selalu mengingatkan kepada keluarga agar lebih sabar menghadapi penderita," papar Witya.
Perasaan sensitif penderita lupus muncul setelah mereka menerima vonis dokter. Apalagi setelah mereka mengetahui bahwa penyakit lupus tidak bisa disembuhkan. Penderita biasanya langsung menyangkal dan menunjukkan sikap yang berbeda-beda. Ada yang menolak pengobatan tetapi ada juga yang menerima pengobatan dalam jangka waktu tertentu namun setelah itu dilepas.
"Mereka lantas mengatakan bahwa mereka tidak perlu lagi berobat karena toh penyakit mereka tidak bisa disembuhkan. Ini yang sangat berat untuk dibantu," ujar Witya.
Bila hal itu terjadi, di ruang konseling, volunteer akan memberikan pengertian kepada penderita baru tentang kondisi odapus yang bisa hidup normal layaknya orang biasa. Tetapi, bila pengertian ini tidak mempan juga, volunteer akan memanggil odapus untuk bertemu dengan penderita baru dan membiarkan mereka berbicara.
"Biasanya, setelah bertemu dengan odapus, penderita akan merasa lebih nyaman dan bisa menerima kenyataan bahwa ia menderita lupus. Pembicaran tiga arah antara penderita baru, odapus dan volunteer akan jauh lebih efektif," papar Witya.
Setelah penderita baru menerima kenyataan bahwa ia menderita lupus, proses pengobatan pun akan berjalan lebih efektif. Volunteer dan keluarga bisa membantu penderita saat mengalami masa-masa sulitnya.
YLI sampai saat ini baru bekerja sama dengan rumah sakit Kramat-128 dengan memberikan tempat untuk konseling penderita lupus dan pendampingan dari volunteer. Selain itu juga di RSCM yang lebih dikhususkan untuk penderita golongan menengah ke bawah. (wik)
Perbedaan Status Sosial
Lupus boleh jadi merupakan penyakit pintar yang bisa mengidentifikasi tubuh yang diserangnya. Dari sejumlah penderita lupus di Indonesia yang sempat diketahui oleh Yayasan Lupus Indonesia (YLI), ternyata lupus bisa memilih serangan sesuai dengan tingkat status sosial seseorang.
Untuk mereka yang tingkat status sosialnya menengah ke bawah, bagian yang diserang lebih banyak pada bagian luar atau kulit. Sedangkan bagian dalam yakni organ-organ vital, biasanya tidak terserang, namun bisa juga diserang terakhir sebelum lupus menyerang bagian luar.
"Memang belum ada penjelasan mengenai hal ini. Akan tetapi dari penderita lupus yang selama ini ditangani oleh Yayasan Lupus Indonesia, biasanya status sosial mempengaruhi bagian tubuh yang diserang. Orang yang status sosialnya menengah ke bawah yang diserang adalah kulit luar, sedangkan yang golongan atas biasanya yang diserang organ tubuhnya," ujar Witya Handayani, volunteer dari YLI.
Perbedaan jenis serangan pertama yang dialami seseorang tidak lepas dari lingkungan sekitar. Karena menurut Ketua YLI Tiara Savitri yang juga odapus, diketahui bahwa penyebab lupus melalui gen hanya memberi pengaruh sebesar 5 persen. Sisanya dari lingkungan yang salah satunya adalah stres.
"Penelitian terakhir membuktikan penyebab lupus dari gen hanya 5 persen. Sisanya lingkungan yang sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti penyebabnya," ungkap Tiara.
Karena itulah, penting sekali untuk tetap menjaga gaya hidup sehat. Karena bibit lupus bisa jadi sudah ada di dalam tubuh manusia sejak ia lahir, namun tergantung bagaimana gaya hidup manusia yang bisa mencetuskan kemunculan lupus. Bisa saja, bibit ini tidak aktif hingga manusia itu meninggal. Tetapi bisa juga gaya hidup yang kurang baik menyebabkan bibit lupus aktif. (wik)
Apa Sih Lupus?
Lupus adalah sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai Lupus Erythematosus. Dalam istilah sederhana, seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Lupus adalah istilah dari bahasa Latin yang berarti serigala. Hal ini disebabkan penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa dengan tanda di pipi serigala tetapi berwarna putih.
Penyakit ini dalam ilmu kedokteran disebut Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu ketika penyakit ini sudah menyerang seluruh tubuh atau sistem internal manusia. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, penyakit ini adalah kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS.
Pada Lupus, tubuh menjadi over acting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease (penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan).
Penyakit lupus memiliki tiga bentuk. Pertama, Cutaneus Lupus, sering kali disebut discoid, yang memengaruhi kulit. Kedua, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf. Ketiga, Drug Induced Lupus (DIL), timbul karena menggunakan obat-obatan tertentu. Setelah pemakaian dihentikan, umumnya gejala akan hilang. (wik/wikipedia)
Indikasi/gejala lupus:
1. Demam seperti tipus yang naik turun
2. Nyeri sendi
3. Rambut rontok
4. Sariawan
5. Rentan terhadap matahari dan berpengaruh pada kulit yang memunculkan ruam pada kulit dan wajah
6. Sakit bila menarik nafas
7. Anemia
8. Bocor ginjal
9. Kejang yang disebabkan kelainan pada fungsi syaraf atau otak
10. Luka pada mulut
11. Mual dan muntah
Efek samping obat lupus:
1. Pipi tembem
2. Lambung sakit/perih
3. Bila terjadi bocor ginjal, tekanan darah menjadi tinggi
Pola hidup penderita lupus:
1. Minum susu
2. Konsumsi sayur dan buah setiap hari
3. Tidak merokok dan minum minuman keras
4. Harus bisa mengolah stres dengan baik
Faktor lingkungan pemicu timbulnya lupus:
1. Infeksi
2. Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
3. Sinar ultraviolet
4. Stres yang berlebihan
5. Obat-obatan tertentu
6. Hormon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar